Pages - Menu

Sunday, August 28, 2016

Guillain Barre Syndrome

Gullain Barre Syndrome (GBS) adalah gejala polineuropati yang muncul secara akut yang disebabkan oleh proses autoimun. Gullain Barre Syndrome ini terutama menyebabkan kelemahan fungsi motorik walaupun kadang-kadang juga menyebabkan kelemahan fungsi sensorik dan juga saraf otonom. Gejala ini dapat diderita oleh semua usia dan bukan merupakan penyakit herediter.



Manifestasi Klinis
Gejala kelemahan pada GBS biasanya dimulai pada ekstremitas bawah kemudian secara progresif naik melibatkan tubuh bagian atas, kedua tangan, dan terakhir otot-otot bulbar. Pola gejala ini disebut juga dengan Landry Ascending Paralysis. Gejala kelemahan pada tubuh bagian atas biasanya cenderung simetris, tetapi ada 9% kasus yang memiliki gejala kelemahan yang tidak simetris. Onset perjalanan paralisis progresif dalam hitungan hari sampai minggu. Kebanyakan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa sampai membutuhkan alat bantu nafas selama proses perawatan karena kelemahan otot-otot pernafasan. Gejala defisit sensorik (rasa baal dan kesemutan) biasanya ringan. Gangguan berkemih juga dapat terjadi pada beberapa kasus yang cukup berat, tetapi sebaiknya penyebab lain selain GBS harus dipertimbangkan, misalnya gangguan pada medula spinalis. Jika secara klinis kondisi pasien sudah tidak terlihat semakin memburuk lagi, biasanya gejala perburukannya tersebut sudah berhenti dan tidak akan berkembang lagi kondisi yang lebih buruk lagi.

Keterlibatan otot-otot bulbar dapat terjadi pada Guillain Barre Syndrome. Kelemahan pada otot wajah, sulit berbicara ataupun menelan sering menjadi tanda-tanda awalnya terjadinya kegagalan nafas. Kelemahan juga dapat mengenai otot-otot ekstraokular walaupun jarang. Miller-Fisher Syndrome merupakan gejala yang terdiri dari ophthalmoplegia, ataxia, dan areflexia.
Gullain Barre Syndrome ini biasanya diawali dengan adanya proses infeksi akut non spesifik pada gastriintestinal atau saluran pernafasan sekitar 1 sampai 3 minggu sebelumnya. Pada kultur atau teknik seroepidemiologi biasanya ditemukan infeksi oleh Campylobacter jejuni, CMV, Epstein-Barr Virus, atau Mycoplasma pneumoniae pada saat proses infeksi sebelum munculnya gejala GBS.


Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan level protein pada cairan serebrospinal (CSF) sebanyak 100-1000 mg/dL tanpa pleositosis ditemukan pada penderita Gullain Barre Syndrome. Pada pemeriksaan CSF sering memberikan hasil normal dalam 48 jam pertama. Pada akhir minggu pertama biasanya terjadi peningkatan level protein pada CSF. Peningkatan sel darah putih pada CSF 10-100/ยตL dapat menjadi penanda GBS.
Pada pemeriksaan EMG dapat memberikan hasil denervasi akut pada otot. Serum Creatinine Kinase (CK) dapat sedikit meningkat atau normal.


Tatalaksana
Pengobatan pada Guillain Barre Syndrome harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. Dua minggu setelah gejala kelemahan motorik pertama kali terjadi, imunoterapi sudah tidak lagi efektif. IVIG (Intravenous Immunoglobulin) atau plasmapheresis dapat menjadi pilihan terapi pada GBS. Terapi menggunakan keduanya tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan monoterapi. IVIG diberikan selama 5 hari dengan total dosis 2 gram/kg berat badan. Plasmapheresis juga dapat dilakukan dengan 40-50 ml/kg plasma exchange sebanyak 4 kali seminggu. Pasien yang sudah diterapi dan mengalami perbaikan masih mungkin terjadi relaps pada minggu kedua atau ketiga. Jika terjadi relaps, terapi dapat diulang seperti pada terapi awal.

Pemberian glukokortikoid tidak memberikan hasil yang efektif pada Gullain Barre Syndrome. Pada pasien dengan gejala yang ringan dapat dirawat secara konservatif tanpa IVIG ataupun plasma exchange. Pada kondisi yang sangat berat, pasien dapat memerlukan perawatan secara intensif di ruang ICU, bahkan sampai diperlukan pemasangan ventilator pada pasien yang mengalami gagal nafas.


Prognosis
Sekitar 85% pasien dengan Guillain Barre Syndrome dapat mengalami perbaikan total dalam waktu beberapa bulan sampai setahun. Kadang-kadang pada beberapa kasus gejala-gejala kelemahan ringan masih mungkin bisa bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama. Mortalitas dapat berada di bawah 5% jika mendapatkan terapi yang optimal. Beberapa kondisi yang dapat memperburuk prognosis pasien adalah keterlibatan sistem saraf kranial, kelemahan otot pernafasan sampai diperlukan intubasi, dan kondisi yang sangat berat saat pertama kali gejala diketahui.  

No comments:

Post a Comment