Gullain Barre Syndrome (GBS)
adalah gejala polineuropati yang muncul secara akut yang disebabkan oleh proses
autoimun. Gullain Barre Syndrome ini terutama menyebabkan kelemahan fungsi
motorik walaupun kadang-kadang juga menyebabkan kelemahan fungsi sensorik dan
juga saraf otonom. Gejala ini dapat diderita oleh semua usia dan bukan
merupakan penyakit herediter.
Manifestasi Klinis
Gejala kelemahan pada GBS
biasanya dimulai pada ekstremitas bawah kemudian secara progresif naik
melibatkan tubuh bagian atas, kedua tangan, dan terakhir otot-otot bulbar. Pola
gejala ini disebut juga dengan Landry
Ascending Paralysis. Gejala kelemahan pada tubuh bagian atas biasanya
cenderung simetris, tetapi ada 9% kasus yang memiliki gejala kelemahan yang
tidak simetris. Onset perjalanan paralisis progresif dalam hitungan hari sampai
minggu. Kebanyakan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa sampai
membutuhkan alat bantu nafas selama proses perawatan karena kelemahan otot-otot
pernafasan. Gejala defisit sensorik (rasa baal dan kesemutan) biasanya ringan.
Gangguan berkemih juga dapat terjadi pada beberapa kasus yang cukup berat,
tetapi sebaiknya penyebab lain selain GBS harus dipertimbangkan, misalnya
gangguan pada medula spinalis. Jika secara klinis kondisi pasien sudah tidak
terlihat semakin memburuk lagi, biasanya gejala perburukannya tersebut sudah
berhenti dan tidak akan berkembang lagi kondisi yang lebih buruk lagi.
Keterlibatan otot-otot bulbar
dapat terjadi pada Guillain Barre Syndrome. Kelemahan pada otot wajah, sulit berbicara
ataupun menelan sering menjadi tanda-tanda awalnya terjadinya kegagalan nafas.
Kelemahan juga dapat mengenai otot-otot ekstraokular walaupun jarang. Miller-Fisher Syndrome merupakan gejala
yang terdiri dari ophthalmoplegia, ataxia, dan areflexia.
Gullain Barre Syndrome ini
biasanya diawali dengan adanya proses infeksi akut non spesifik pada
gastriintestinal atau saluran pernafasan sekitar 1 sampai 3 minggu sebelumnya. Pada
kultur atau teknik seroepidemiologi biasanya ditemukan infeksi oleh Campylobacter jejuni, CMV, Epstein-Barr
Virus, atau Mycoplasma pneumoniae pada
saat proses infeksi sebelum munculnya gejala GBS.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan
level protein pada cairan serebrospinal (CSF) sebanyak 100-1000 mg/dL tanpa
pleositosis ditemukan pada penderita Gullain Barre Syndrome. Pada pemeriksaan
CSF sering memberikan hasil normal dalam 48 jam pertama. Pada akhir minggu
pertama biasanya terjadi peningkatan level protein pada CSF. Peningkatan sel
darah putih pada CSF 10-100/ยตL
dapat menjadi penanda GBS.
Pada pemeriksaan EMG dapat
memberikan hasil denervasi akut pada otot. Serum Creatinine Kinase (CK) dapat
sedikit meningkat atau normal.
Tatalaksana
Pengobatan pada Guillain Barre
Syndrome harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. Dua minggu setelah
gejala kelemahan motorik pertama kali terjadi, imunoterapi sudah tidak lagi
efektif. IVIG (Intravenous
Immunoglobulin) atau plasmapheresis dapat menjadi pilihan terapi pada GBS.
Terapi menggunakan keduanya tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan monoterapi. IVIG diberikan selama 5 hari dengan total dosis
2 gram/kg berat badan. Plasmapheresis juga dapat dilakukan dengan 40-50 ml/kg plasma exchange sebanyak 4 kali
seminggu. Pasien yang sudah diterapi dan mengalami perbaikan masih mungkin
terjadi relaps pada minggu kedua atau ketiga. Jika terjadi relaps, terapi dapat
diulang seperti pada terapi awal.
Pemberian glukokortikoid tidak
memberikan hasil yang efektif pada Gullain Barre Syndrome. Pada pasien dengan
gejala yang ringan dapat dirawat secara konservatif tanpa IVIG ataupun plasma exchange. Pada kondisi yang
sangat berat, pasien dapat memerlukan perawatan secara intensif di ruang ICU,
bahkan sampai diperlukan pemasangan ventilator pada pasien yang mengalami gagal
nafas.
Prognosis
Sekitar 85% pasien dengan
Guillain Barre Syndrome dapat mengalami perbaikan total dalam waktu beberapa
bulan sampai setahun. Kadang-kadang pada beberapa kasus gejala-gejala kelemahan
ringan masih mungkin bisa bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Mortalitas dapat berada di bawah 5% jika mendapatkan terapi yang optimal. Beberapa
kondisi yang dapat memperburuk prognosis pasien adalah keterlibatan sistem
saraf kranial, kelemahan otot pernafasan sampai diperlukan intubasi, dan
kondisi yang sangat berat saat pertama kali gejala diketahui.
No comments:
Post a Comment